Kontraktor Diduga Gunakan Solar Subsidi untuk Proyek PLN, Nelayan Merugi dan Lingkungan Terancam

Dumai – Dutapekerjaindonesia.com --| Dugaan penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar oleh salah satu kontraktor proyek pematangan lahan Gardu Induk PLN di Kelurahan Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai, memicu keresahan warga, khususnya para nelayan. Solar subsidi yang seharusnya diperuntukkan untuk rakyat kecil, justru digunakan untuk operasional alat berat di lokasi proyek PLN.

Dalam rekaman video yang beredar di tengah masyarakat, tampak aktivitas pengangkutan solar bersubsidi menggunakan jerigen berukuran 35 liter yang dimuat ke dalam mobil pribadi dengan pelat nomor BM 1856 RC. Solar tersebut kemudian dibongkar dan digunakan untuk mengoperasikan excavator dalam proses pematangan lahan gardu PLN. Kontraktor bernama Nikolas, warga Dumai, disebut sebagai pihak yang memasok dan menggunakan BBM subsidi tersebut.

Informasi dari warga menyebutkan bahwa Nikolas mendapatkan solar subsidi dari salah satu SPBU di wilayah Dumai. Praktik ini diduga menjadi penyebab kelangkaan BBM subsidi di wilayah Sungai Sembilan, terutama dirasakan oleh para nelayan yang kesulitan melaut karena harus membeli solar eceran dengan harga tinggi.

“Kami sangat dirugikan. Harusnya BBM subsidi itu untuk rakyat seperti kami, bukan untuk proyek besar. Sekarang harga BBM di pengecer sudah mahal dan susah dicari,” ujar salah satu nelayan Lubuk Gaung yang tak ingin disebutkan namanya.

Selain aspek ekonomi dan ketimpangan distribusi, isu ini juga menyentuh persoalan lingkungan. Proyek pematangan lahan gardu PLN menggunakan tanah urug yang diduga berasal dari kegiatan galian C ilegal di Bukit Nenas, Kecamatan Bukit Kapur. Lokasi tersebut diduga masuk dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), namun belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Ini bukan hanya soal solar subsidi, tapi juga soal kerusakan lingkungan. Kalau betul tanahnya dari kawasan hutan tanpa izin, maka kontraktor juga bisa kena pidana kehutanan,” ujar salah satu aktivis lingkungan di Dumai.

Masyarakat menilai mulusnya pasokan solar subsidi ke proyek PLN tersebut mengindikasikan adanya persekongkolan antara oknum mafia BBM dan pelaku proyek. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk turun tangan mengusut tuntas kasus ini. Apalagi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya telah menegaskan komitmen memberantas mafia BBM hingga ke akar-akarnya.

“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah. Ini ada dugaan pelanggaran besar – mulai dari penyalahgunaan BBM subsidi, kerusakan lingkungan, sampai indikasi kolusi. Kami minta polisi segera bertindak,” tegas warga lainnya.

Penggunaan BBM subsidi untuk sektor non-rakyat termasuk industri dan kontraktor swasta merupakan pelanggaran terhadap UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara hingga enam tahun dan denda miliaran rupiah.

Sampai berita ini diturunkan, pihak PLN belum memberikan pernyataan resmi terkait keterlibatan mitranya dalam penggunaan BBM subsidi. Masyarakat berharap pihak berwenang, baik dari kepolisian, Dinas ESDM, maupun KLHK, segera mengambil langkah tegas dan transparan demi menjaga keadilan energi serta kelestarian lingkungan.*sp